All About Christian Dying 8

26 Mei 2008

Nats : Lalu berangkatlah mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil (Markus 6:32)
Bacaan : Markus 6:30-32
Seorang pemuda sedang memotong kayu dengan kampak. Dari pagi hingga siang ia terus bekerja. Tidak ada waktu untuk berhenti. Ia harus mengejar target. Itu sebabnya, ia terus-menerus mengayunkan kampaknya. Suatu kali seorang bapak tua datang menghampirinya. "Nak, kampakmu sudah tumpul. Berhentilah sejenak untuk mengasahnya," kata si bapak tua. "Wah, tidak ada waktu, Kek. Saya harus mengejar target," sahut si pemuda.
Kehidupan di dunia ini semakin hiruk pikuk; tuntutan dan tantangan zaman semakin besar. Kita tidak terhindarkan dari kesibukan dan belenggu rutinitas. Padahal, ibarat sebuah mesin, kita tentu membutuhkan istirahat. Hidup dalam rutinitas tanpa sejenak pun "beristirahat" sama dengan pemuda dalam cerita di atas, yang terus memotong kayu tanpa sedikit pun waktu untuk mengasah kampaknya, sehingga kampaknya pun menjadi tumpul. Inilah makna pentingnya waktu teduh: keluar sejenak dari kesibukan rutin untuk membangun relasi pribadi dengan Tuhan.
Waktu teduh lebih merupakan kebutuhan, daripada kewajiban. Karena itu, kita perlu meresponsnya dengan sukacita. Dalam rutinitas sehari-hari, perlu selalu ada waktu untuk sejenak berdiam diri. Menutup mata dan telinga dari segala hiruk pikuk kegiatan rutin sehari-hari. Menyediakan diri dan membuka hati untuk Tuhan, membiarkan Dia menyapa dengan cara-Nya. Tuhan Yesus telah mencontohkannya. Di tengah kesibukan-Nya yang luar biasa -- mengajar dan menolong orang -- Dia selalu menyempatkan diri untuk sejenak menyepi, untuk menenangkan diri dalam waktu teduh (ayat 31,32) -AYA
WAKTU TEDUH BERSAMA TUHAN BUKAN SAJA MENYEGARKAN
MELAINKAN JUGA MENYEHATKAN JIWA


20 Juli 2008

Nats : Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka (Lukas 18:16)
Bacaan : Lukas 18:15-17
Di banyak gereja, kerap kali ada kelas untuk anak balita. Hal paling unik di kelas balita adalah tak hanya anak-anak yang hadir di dalam kelas, tetapi orang-orang dewasa juga turut duduk di situ. Bisa ayah atau ibunya, bisa juga nenek, kakek, atau pengasuhnya. Memang kelas menjadi padat karenanya, tetapi tak mungkin para pengantar ini dilarang hadir, karena anak-anak yang masih sangat muda itu tak mungkin berangkat sendiri!
Ketika para murid melarang anak-anak kecil dibawa kepada Yesus (ayat 15), Dia berkata, "... jangan menghalang-halangi mereka" (ayat 16). Kerap kali kita "menyalahkan dan menyayangkan" sikap para murid ini. Namun tanpa sadar, ada juga orangtua kristiani yang "menghalang-halangi" anaknya datang kepada Tuhan. Salah satunya dengan keengganan untuk mengantar dan menunggui anaknya beribadah di gereja. Padahal sebagai anak, keputusan mereka untuk datang ke gereja sangat dipengaruhi keputusan orangtuanya. Jika orangtua sedang merasa sibuk, lelah, atau repot, sehingga lalai mengantar anaknya ke gereja, maka anak-anak pun bisa absen beribadah.
Tak hanya itu, sebagai orangtua kita juga dapat menghalangi anak-anak bertemu Yesus, jika kita tak mendampingi mereka secara pribadi untuk mengenal dan mencintai Yesus; lewat doa bersama di rumah, membacakan Alkitab bagi mereka, berbagi kesaksian tentang pengalaman bersama Tuhan. Terakhir, kita juga menghalangi anak mengenal Yesus bila tutur kata dan laku kita tak mencerminkan pribadi yang mengikut teladan Kristus!
Anak-anak kita membutuhkan Yesus. Jangan menghalang-halangi mereka! -AW
YESUS MENCINTAI ANAK-ANAK
SAMA BESAR DENGAN CINTA-NYA KEPADA ANDA DAN SAYA!

13 September 2008
Nats : Hati yang patah dan remuk, tak akan Kaupandang hina, ya Allah (Mazmur 51:19)
Bacaan : 2Samuel 12:1-14
Daud adalah seorang yang berkenan di hati Tuhan, tetapi sekalipun demikian Daud tetap manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan. Salah satu kesalahan Daud yang paling fatal adalah pada saat ia merebut Batsyeba yang notabene istri dari Uria, salah seorang prajuritnya. Untuk mewujudkan keinginannya, Daud menggunakan cara yang jahat, yaitu dengan sengaja menempatkan Uria di garis depan medan pertempuran sehingga ia mati terbunuh.
Skandal yang sangat memalukan ini kemudian dibongkar oleh Nabi Natan. Pada saat dosanya dibongkar, sebetulnya Daud bisa saja menjadi tersinggung dan marah atas kelancangan Nabi Natan. Bahkan dengan mudah ia juga bisa memerintah prajuritnya untuk menghabisi Nabi Natan, sehingga ia tidak akan kehilangan muka. Tetapi Daud tidak melakukannya. Ia juga tidak mencoba berdalih dan mencari kambing hitam atas hal yang telah diperbuatnya. Sebaliknya, dengan hati hancur Daud mengakui dosa besar yang telah diperbuatnya.
Terkadang Tuhan memakai orang lain untuk menegur dan membongkar dosa yang telah kita buat. Yang penting, bagaimana kita meresponi teguran yang demikian. Biarlah kita mau belajar rendah hati dan dengan hati hancur bersedia mengakui kesalahan-kesalahan kita. Sebab hanya dengan begitu kita akan mendapat pemulihan dan pengampunan Allah. Ingatlah bahwa sebuah kedewasaan rohani bukan berarti sempurna tanpa cacat. Kedewasaan rohani adalah sikap seseorang yang dengan hati besar berani jujur dan terbuka untuk mengakui setiap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat -PK
KEDEWASAAN ROHANI SESEORANG TERLIHAT
PADA WAKTU DOSANYA DIBONGKAR DAN DITEGUR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nadab & Abihu

Genesis 40, The process in Joseph life

Pujian - Praise : Sebuah Fondasi yang Kuat