All About Christian Dying 7
29 Januari 2008
Nats : Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya:
Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa (Lukas 15:18)
Bacaan : Lukas 15:11-24
Bacaan : Lukas 15:11-24
Bagi orang Jepang, rasa malu atas kesalahan dan kegagalan yang mereka alami
bisa tampak sebagai masalah yang begitu besar. Oleh karena itu, demi menghapus
rasa malu semacam ini, mereka berani melakukan tindakan harakiri (bunuh diri).
Dalam setiap hidup kita, rasa malu dan sesal pasti akan muncul saat kita
menyadari telah salah melangkah atau mengalami kegagalan. Perumpamaan tentang
anak hilang yang diberikan oleh Tuhan Yesus memberi kekuatan dan keberanian
kepada kita.
Setelah si anak hilang menyadari kesalahannya, ia sungguh merasa malu dan
menyesal. Malu pada orang-orang yang mengenalnya, malu pada masyarakatnya,
terutama malu pada keluarganya, khususnya pada sang ayah yang pernah ia sakiti.
Rasa malu yang begitu menguasai bisa saja membuatnya putus asa dan ingin
mengakhiri hidup. Namun, apakah yang dapat kita pelajari dalam perumpamaan ini?
Si anak hilang tidak berhenti pada rasa malu dan sesal saja. Ia mempunyai
keberanian untuk mengakui segala dosanya. Ia berani melawan rasa malunya dengan
pulang dan menghadapi bapanya. Dengan segala risikonya. Ia pulang dengan hati
yang siap menerima konsekuensi atas kesalahannya, bahkan jika ia harus kehilangan
status sebagai anak.
Terkadang rasa malu atas kesalahan kita tak tertahankan. Namun, kita
memiliki Bapa surgawi yang penuh kasih dan mau mengampuni. Mari kita beranikan
diri untuk datang kepada-Nya dengan pertobatan, Dia siap menerima kita kembali
dan memulihkan kita dari keterpurukan --NDA
BERHENTILAH MENYESAL
ATAU ANDA AKAN KEHILANGAN HIDUP ANDA -- Jonathan Larson
ATAU ANDA AKAN KEHILANGAN HIDUP ANDA -- Jonathan Larson
24 April 2008
Nats : Andreas mula-mula menemui Simon, saudaranya, dan ia berkata
kepadanya, "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)
Bacaan : Yohanes 1:35-42
Bacaan : Yohanes 1:35-42
Rela dan tetap bersukacita dengan posisi "di belakang layar",
sungguh tidak gampang. Terlebih di dunia di mana persaingan yang terjadi begitu
ketat. Termasuk di gereja. Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang
terkemuka. Bahkan, untuk itu tidak jarang orang memakai "gaya katak":
ke atas menyembahnyembah, ke bawah menendang-nendang.
Namun, Andreas tidak demikian. Ia adalah salah satu dari dua murid Tuhan
Yesus yang mula-mula (ayat 40). Ia juga yang membawa
Petrus kepada Tuhan Yesus (ayat 42). Akan tetapi dalam
perjalanan selanjutnya, justru Petrus yang lebih banyak ditonjolkan. Berulang
kali Alkitab menyebut Andreas dengan embel-embel "saudara Simon
Petrus" -- menunjukkan bahwa Petrus selalu membayanginya.
Ia juga tidak termasuk murid yang utama. Ketika Tuhan Yesus naik ke gunung
untuk dimuliakan, yang dibawa serta ke sana adalah Petrus, Yohanes, dan Yakobus
(Matius 17:1). Begitu juga
ketika Dia menyembuhkan anak perempuan Yairus (Lukas 8:51) dan ketika Dia
di Taman Getsemani (Markus 14:33).
Andreas bisa saja menyesalkan hal ini. Sebagai murid mula-mula dan yang
membawa Petrus, ia punya alasan untuk berharap mendapat tempat utama dalam
kelompok para murid. Namun, rupanya posisi terkemuka, kedudukan, dan kehormatan
tidak pernah menjadi target Andreas. Baginya, yang penting adalah mengikuti dan
melayani Gurunya sebaik mungkin. Andreas adalah contoh orang yang tidak
mementingkan kedudukan atau status nomor satu. Sebaliknya, dengan rendah hati dan
tulus, ia rela berdiri di belakang -AYA
KERENDAHAN HATI ADALAH AWAL KEHORMATAN
28 April 2008
Nats : Mereka memberikan lebih banyak daripada yang kami harapkan. Mereka
memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena
kehendak Allah juga kepada kami (2Korintus 8:5)
Bacaan : 1Raja-raja 17:7-16
Bacaan : 1Raja-raja 17:7-16
Janda di Sarfat dihadapkan pada dilema yang cukup sulit atas permintaan
Elia. Jika ia memberikan persediaan terakhir bahan makanan yang ada padanya, ia
akan mati kelaparan. Namun akhirnya, ia mengambil keputusan itu, walau berisiko
(1 Raja-raja 17:15). Ia
memberikan makanan penyambung hidupnya kepada Elia -- yang berarti juga memberi
--kan hidupnya. Demikian pula jemaat Makedonia (2 Korintus 8:5). Mereka menderita dan
kekurangan, tetapi mereka bermurah hati. Bahkan, mereka memberi diri untuk
melayani. Pertamatama mereka melayani Allah, tetapi kemudian juga melayani sesama.
Sungguh indah!
Kita juga akan mengalami hal yang indah jika kita belajar dari ibu janda
dari Sarfat, serta jemaat Makedonia. Mereka memberi teladan dalam hal memberi.
Bagi mereka, tak ada alasan untuk tidak memberi. Apa pun keadaannya. Dalam
keadaan baik atau tidak baik, dalam kelebihan ataupun kekurangan. Mereka
menunjukkan bahwa kita semua bisa memberi, asal kita mau. Sebab kita pasti
mempunyai sesuatu untuk diberikan dalam melayani sesama -- paling tidak waktu,
tenaga, dan perhatian. Yang perlu terus kita ingat adalah bahwa apa pun yang
kita punya adalah anugerah-Nya, yang diberikan bukan saja untuk diri sendiri,
melainkan juga untuk melayani sesama demi kemuliaan-Nya.
Kesempatan untuk memberi, terlebih memberi diri, adalah anugerah yang tidak
boleh kita sia-siakan. Memberi hidup kita untuk melayani dengan sungguh-sungguh
di mana kita ditempatkan; di rumah, di tempat kerja, dan di mana pun, adalah
ibadah yang sejati -ENO
ADALAH LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA
Komentar
Posting Komentar